Selasa, 03 November 2009

TETANUS

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut� yang disebabkan oleh Clostridium tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme), �tanpa disertai gangguan kesadaran. Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun, dan sisanya pada bayi <>

PATOGENESIS

Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti.

GEJALA KLINIK

Gejala klinik yang dominan adalah kekakuan otot bergaris yang disusul dengan kejang tonik dan klonik. Masa inkubasi 5-14 hari, period of onset (waktu antara gejala pertama sampai timbul kejang pertama) yang pendek dapat dijadikan indikator tetanus berat dengan berbagai penyulit.

Gejala awal adalah trismus; pada neonatus tidak dapat/sulit menetek, mulut mencucu. Pada anak besar berupa trismus, akibat kekakuan otot masseter. Disertai dengan kaku kuduk, risus sardonikus (karena kekakuan otot mimik, opistotonus, perut papan. Selanjutnya dapat diikuti kejang apabila dirangsang atau menjadi makin berat dengan kejang spontan, bahkan� pada kasus berat terjadi status konvulsivus. Spasme larynx merupakan penyebab kematian yang sering dijumpai, bronchopneumonia akibat kekakuan rongga dada, gagal nafas nafas dan status konvulsivus.

Perubahan derajat berat penyakit dapat terjadi sangat cepat, sehingga seringkali memerlukan perubahan dosis antikonvulsan yang sesuai dengan perjalanan klinik. Digunakan kriteria berat penyakit Surabaya yang lebih sederhana dibanding cara penilaian dari Abblet, skor Phillips, skor Dakar atau modifikasi Patel dan Joag. Penelitian Rizal menunjukkan adanya kesetaraan kuat antara kriteria Surabaya dan Kriteria Abblet. Penilaian klinis� yang menitik beratkan pada perbedaan jenis kejang, dapat dilakukan oleh� paramedik, sehingga perubahan dosis dapat dilakukan lebih cepat dan tepat.

Derajat penyakit tetanus Surabaya

Derajat I� (tetanus ringan)

Trismus (lebar antar gigi sama atau lebih 2 cm)

  • Kekakuan umum
  • Tidak dijumpai kejang
  • Tidak dijumpai gangguan respirasi

Derajat II (tetanus sedang)

Trismus (lebar kurang dari 1 cm)

  • Kekakuan umum makin jelas
  • Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan

Derajat III a. tetanus berat

Trismus berat (kedua baris gigi rapat)

  • Otot sangat spastis, timbul kejang spontan
  • Takipnea, takikardia
  • Apneic spell (spasme laryng)

Derajat III b. �tetanus dengan gangguan saraf otonom

  • Gangguan otonom berat
  • Hipertensi berat dan takikardi, atau
  • Hipotensi dan bradikardi
  • Hipertensi berat atau hipotensi berat

LANGKAH DIAGNOSTIK�

Anamnesis

Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi.

Riwayat anak tidak diimunisasi/tidak lengkap imunisasi tetanus/BUMIL/WUS

Pemeriksaan fisik

Adanya kekakuan lokal atau trismus

Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan

Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki

�Adanya penyulit

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis

1. Anamnesis : partus non steril, status imunisasi, masa inkubasi, period of onset, luka tusuk, otitis media

2. Pemeriksaan fsik : kekakuan otot, kejang, kesadaran baik.

3. Diagnosis berdasarkan data klinik, tidak ada pemeriksaan penunjang yang membantu

Diagnosa banding

Trismus akibat abses gigi, abses parafaring/retrofaring/peritonsiler

�Sepsis neonatorum, meningitis bakterialis, ensefalitis, rabies

�keracunan striknin, efek simpang fenotiazin, tetani, epilepsi.

PENYULIT

Waspadai adanya :

Gangguan ventilasi paru,

Aspirasi pneumonia,

Bronkopneumonia,� atelektasis

Emfisema mediastinal, pneumotoraks,

Sepsis,

Fraktur vertebra atau fraktur tulang paha.

TATALAKSANA

Terapi dasar tetanus

Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi

Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau

Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam

Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.

Imunisasi aktif-pasif

Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus bisa diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan Human tetanus immunoglobulin (HTIG) ��3000-6000 IU i.m.

Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.

Anti konvulsi

Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik (titrasi) :

Bila datang dengan kejang diberi diazepam :

- neonatus bolus 5 mg iv

- anak bolus 10 mg iv

Dosis rumatan maximal :

- anak 240 mg/hari

- neonatus 120 mg/hari

Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan dengan �bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari, dengan atau tanpa kurarisasi.

Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cairan infus. Bilamana tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12 x/hari)

Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat, bilamana ada gangguan saraf otonom.

Perawatan luka atau port d�entree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan pembuangan jaringan yang diduga mengandung kuman dan spora (debridemant), sebaiknya dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsi.

Terapi suportif

Bebaskan jalan nafas

Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan posisi pasien)

Pemberian oksigen

Perawatan dengan stimulasi minimal

Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal tidak memperkuat kejang

Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum

Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

Tetanus ringan dan sedang

Diberikan pengobatan tetanus dasar

Tetanus sedang

Terapi dasar tetanus

Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi)

Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.

Tetanus berat/sangat berat

Terapi dasar seperti di atas

Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi

Balans cairan dimonitor secara ketat.

Apabila spasme sangat hebat (tetanus� berat), perlu ventilasi mekanik dengan pankuronium bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan tiap 2-3 jam.

Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti propanolol/a dan b- blocker labetalol.

PENCEGAHAN

I. Imunisasi aktif

�� a.� Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu, ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal Imunisasi).

�� b.� Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanita usia subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT �lifelong-card).

II. Pencegahan pada luka

  • Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang
  • Luka ringan dan bersih

- Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin

- Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT.

Luka sedang/berat dan kotor

- Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atau �tetanus imunoglobulin 250-500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain.

- Imunisasi (+), lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, tetanus imunoglobulin 250-500 U.

MONITORING

I. �Sekuele

  • Spasme berkurang setelah 2-3 minggu, namun kekakuan dapat terus berlangsung lebih lama.
  • Kekakuan dapat tetap berlangsung sampai 6-8 minggu pada kasus yang berat.
  • Gangguan otonom biasanya dimulai beberapa hari setelah kejang dan berlangsung selama 1-2 minggu.

II. Tumbuh Kembang

  • Infeksi tetanus pada anak merupakan infeksi yang akut sehingga relatif tidak mengganggu tumbuh kembang anak.
  • Sedangkan pada tetanus neonatorum, dapat terjadi gangguan tumbuh kembang oleh karena hipoksia yang berat

Tidak ada komentar: